Sabtu, 06 November 2010

Resensi dan Analisis Film: War Photographer

T14/Film/OJ/2009

Resensi

Film War Photographer yang merekam petualangan berbahayanya selama dua tahun terakhir, 1999-2001, mulai dari kejadian pasca perang di Kosovo, situasi pasca penggulingan Soeharto di Jakarta, Indonesia, hingga perang di Ramallah, Palestina.

Selama film tersebut berlangsung, banyak peristiwa-peristiwa tragis yang direkam Nachtwey lewat kameranya. Sedikit sekali percakapan yang terdengar dalam film dokumenter ini. Seperti diungkapkan rekannya, wartawan CNN Christiane Amanpour, Nachtwey adalah seorang misterius, cenderung pendiam dan penyendiri, sebaliknya Nachwey justru berbicara banyak lewat gambar-gambar yang dihasilkannya.

Pada film tersebut, Nachtwey diceritakan sebagai seorang yang nekad, yang merasa dirinya anti peluru. Keinginannya untuk mendapatkan hasil yang terbaik, membuat Nachtwey selalu berada di garis terdepan saat perang atau kerusuhan berlangsung.

Nachtwey berusaha membuat foto yang berkualitas dan menggetarkan hati para penontonnya. Di film tersebut, terlihat jelas bahwa foto yang diambil oleh Nachtwey adalah gambaran kehidupan nyata yang mulai diabaikan. Tak heran, semua yang melihat fotonya bisa merasakan rasa sedih, getir juga rasa takut, yang menyentuh emosi setiap orang yang menyaksikannya.

Lihat saja foto-foto para ibu, istri atau anak di Kosovo yang menangisi anggota keluarganya yang mati atau rumahnya yang hancur berantakan akibat perang. Atau foto-foto ketika Nachtwey merekam korban-korban kelaparan di Zaire. Atau korban kerusuhan di Ketapang yang mati mengenaskan karena digorok lehernya.

Foto-foto Nachtwey bisa menggerakkan sisi kemanusiaan banyak orang. Hasil jepretannya tentang keluarga Sumarno, seorang peminta-minta yang hanya memiliki satu tangan dan satu kaki yang bersama keluarganya tinggal di tepi rel kereta api di Dukuh Atas, Jakarta.

Analisis

Wartawan foto seperti Nachwey merupakan wartawan dengan idealisme yang tinggi. Ia mencoba memperlihatkan pada dunia realita kehidupan yang sedang terjadi. Foto-foto yang diambil oleh Nachwey merupakan tindakan atas upayanya mencari berita. Ia hanya bisa mengatakan lewat foto.

Foto-foto karya Nachwey juga dapat dijadikan sebagai dokumentasi wartawan foto yang sedang menekuninya. Wartawan adalah wartawan. Wartawan apapun akan mengutamakan nilai kemanusiaan jika terjadi hal-hal yang bertentangan dengan idealismenya.

Seperti yang terdapat dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach bahwa wartawan, entah itu wartawan foto atau apapun harus berpegang teguh pada apa yang terdapat dalam buku itu.

Jurnalisme hadir untuk membangun masyarakat. Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga negara. Jurnalisme ada untuk demokrasi. Tapi tujuan utama dari jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup bebas dan mengatur diri sendiri.

Elemen pertama dalam sembilan elemen jurnalistik adalah kewajiban jurnalisme terhadap kebenaran. Nachtwey mengungkapkan kebenaran yang terjadi lewat foto-foto yang ia ambil. Wartawan foto seperti Nachtwey merupakan contoh wartawan yang telah menjalankan kewajibannya. Ia menaruh kebenaran lewat foto-fotonya agar dunia dapat melihat apa yang terjadi.

Elemen lainnya adalah praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti hati nurani mereka. Setiap wartawan harus mempunyai rasa etika dan tanggung jawab sosial. Terlebih lagi, mereka mempunyai rasa tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-kuatnya hati nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa. Itulah yang dikerjakan oleh Nachtwey. Ia mempunyai tanggung jawab moral kepada seluruh warga dunia untuk meliput aksi-aksi di Kosovo, Indonesia, dan palestina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar