Sabtu, 06 November 2010

Resensi Buku: Bahasa Jurnalistik Indonesia Dan Komposisi

Judul : Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi

Pengarang : H. Rosihan Anwar

Penerbit : Proyek Pembinaan dan Pengembangan Pers Departemen Penerangan R.I.

Tahun Terbit : 1979

Cetakan : Kedua, April 1980

Tebal Buku : 144 Halaman

***

Buku yang berjudul “Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi” ini ditulis oleh H. Rosihan Anwar dan diterbitkan oleh Proyek Pembinaan dan Pengembangan Pers Departemen Penerangan R.I. pada tahun 1979. disebutkan dalam buku ini, penerbitan buku Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisimerupakan salah satu kegiatan dalam rangka usaha pembinaan pers nasional dalam berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangannya. Buku ini, terbagi menjadi 30 bagian dan 3 lampiran yang secara umum berisi tentang pedoman secara tertulis khusus di bidang bahasa jurnalistik dan komposisi.

Apabila melihat buku Bahasa Jurnalistik lain yang bermunculan akhir-akhir ini, banyak penulis yang menggunakan buku karangan H. Rosihan Anwar ini sebagai acuan dan referensi untuk bukunya. Hal itu berarti buku ini telah dijadikan pedoman bagi para penulis dan pengarang buku. Mungkin hal ini diakibatkan karena buku ini sudah lama diterbitkan dan dipasarkan.

Di dalam buku ini ada beberapa hal yang dibahas. Salah satunya yang dibahas adalah ikhtisar bahasa jurnalistik itu sendiri. Seperti buku-buku bahasa jurnalistik lain, bagian pertama buku ini membahas tentang ikhtisar mengenai bahasa jurnalistik. Di dalam buku ini, bahasa yang digunakan oleh wartawan disebut bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik juga harus didasarkan pada bahasa dan ejaan yang baku. Beberapa ahli bahasa banyak yang mendukung pernyataan di atas.

Apabila disebutkan bahwa bahasa jurnalistik harus mengutamakan kaidah-kaidah tata bahasa, maka secara praktis wartawan harus mengetahui pokok aturan bahasa Indonesia. Dalam bagian pertama buku ini, bahasan mengenai pokok aturan bahasa Indonesia pun dikupas dengan jelas beserta contoh penggunaannya dan berdasarakn ejaan yang disempurnakan dan kamus besar bahasa Indonesia.

Di buku ini, penulis H. Rosihan Anwar selalu memberikan bahasan dan kajian yang didukung dengan contoh penerapan bahasa jurnalistik yang dapat dibilang baik. Pada salah satu bagian yang dibahas, diberikan beberapa contoh kata yang dipopulerkan melalui peranan wartawan dan media massa.

Kata-kata ialah alat dan mainan utama para wartawan, mereka tidak dapat bekerja jika tidak memiliki jumlah kata yang cukup. Untuk itu harus diperoleh suatu penguasaan baik kosakata atau vocabulary dan ungkapan-ungkapan atau phrases. Umumnya, wartawan dan media massa diakui mempunyai peranan besar dalam menciptakan kata-kata baru dalam perkembangan kosakata.

Sejarah kata heboh menjadi sebuah kata yang cukup populer pada tahun 1953 saat wartawan harian Abadi, Mohammad Sjaaf, meninjau dan mengamati Sumatera Utara dan menulis dalam surat kabarnya tentang peristiwa Tanjung Morawa. Kata heboh berasal dari bahasa Melayu yang berarti gaduh, ribut, huru-hara dan arti yang sejenis. Di Sumatera Barat, kata heboh sudah bukan kata yang aneh lagi, namun di dataran nasional Indonesia kata itu belum tersebar luas. Sekembalinya dari Sumatera Utara, Mohammad Sjaaf menulis serangkaian karangan tentang heboh di Tanjung Morawa. Dengan cepat, kata tersebut menjadi terkenal secara nasional. Penggunaan kata ini pun sempat digunakan untuk judul dalam sebuah film. Sejak peristiwa sengketa tanah di Tanjung Morawa, kata heboh menjadi umum dan biasa dicerna khalayak dan dipakai secara luas. Dari cerita diatas, dapat kita ketahui bahwa bahasa jurnalistik memanfaatkan semua itu. Wartawan yang mempunyai kredibilitas dan totalitas dalam dunia jurnalisme pasti akan memberikan suguhan bagi penikmat dunia jurnalisme yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar