Minggu, 27 Februari 2011

dystopian

aku bibir gincu

yang merah merona

atau berdaya tarik pesona.

akulah magnet dari matamu.


akulah yudhistira.

aku juga gunatalikrama.

pada amarta.


itulah sisipanku dalam tidur.

aku manusia.

mungkin aku rama.

merindu sinta seperti demam baginda pada harta.


bagianku pada cinta.

tak lebih sebagian dari diriku.

yang kunjung membakar, terkadang padam.

akulah yang biasa, yang terkadang subur pada sawah

atau tandus di lapang.


akulah insan, yang muda terlalu banyak pinta

akulah nisan, yang pernah terseka semasa hidupnya.

distopia, lagu ku dystopian.



2 februari 2011

dystopian

ada syahdu syahdan

yang bising, yang kacaukan kromatisasi


lalu pagi tak lagi dengan burung atau ayam

digantinya dengan jejak-jejak menggulung hitam

di atas awan.


beradu dilema pada fajar

lalu cemburu pada senja

oranye, kuning langsat, merah delima.

tak ada.

hitam dan gemuruh


suatu pagi, si udara meminta

dilamarkan pada embun

tapi helai daun tak hijau rimbun

lalu sia-sia,

alamatkan semuanya pada dia,

si kuasa semesta.


ada air tak ada sumber

seperti tak ada tanaman jika tiada tanah

bagaimana ini?

bagaimana bila mengerti, rasa yang kabur

hati yang mengelabu

seperti bayang-bayang pada kaca jendela berembun?


lalu tunas jadi cabang

kuat batang jadi dahan.

banyak nan rapuh

elok tapi gemulai.


impian jadi lamin.

dekaplah tubuhku.

bagi-berbagi kasturi

padamu, padaku, paduka.


jika yang anggun itu bukan banal

maka ku kembalikan

atau terbalikkan.

bagimu, yang tak sah.

perempuan.


senyum. baca ini.