Jumat, 26 Maret 2010

singgangsinggungtuhankisanaktanpabingung



komprador, seseorang sadar akan diksi yang dipakai untuk mengganyang lawan secara sederhana. salahkan dia berisikan otot dan kulit legam? dan saatnya itu jiwa dan bajunya telah lepas laksana, bugil serta merta pun dirinya. otaknya dipindang, tangannya dikawat erat dengan besi tajam, tampak darah lewat, mengalir dari karat.

tapi ia terus mengisi hari dengan puisi, tak lekas dia menundukkan diri kepada alam raya, dia malah tertawa, menghabisi senyawa kelam yang dirundung selalu oleh senja. dimana malam? dimana ramai? dan muka ini selalu tertutupi, seperti matahari akhir yang bersembunyi dibalik gunung, pura-pura mengumpati simpati kepadanya.

bangunkan kisanak dari mimpi, matahari sudah hancur sedari tadi. angin malam pun bernyanyi sepoi, mengibaskan dahan ke arah selatan. burung tidak bernyanyi, kelu mungkin paruhnya bersaling siul. dan apa yang bisa diperbuat untuk merekam ini, cuma dilihat, dirasa, kadang diraba, kadang diperkosai oleh sesat. malam yang dihaturkan penjahat,ia adalah malam sang dewi, untuk tulisan dewa tanpa secuil materi yang ia kenakan di pergumulannya bersama kertas. dia bernyanyi, kisanak itu berseri, lalu mengebut, berseru tanpa pandang kabut. akhirnya dia mati, dalam kegebuannya itu.

yang perkasa alam tahu yang kisanak cintai, tapi kemarin dia berkata, "ah untuk apa dunia ada kalau kita cuma bisa menjalaninya tanpa berusaha membuatnya sendiri".

aku punya dunia meski tidak seelok tuhan yang melukiskan. aku punya dunia kata, yang sama seperti tuhan, telah kubuat takdir kata ini menjadi mimpi dalam dunia tuhan. tuhan, ternyata dunia kita bersinggungan. tuhan, akhirnya kita bertemu bukan lewat ritual. aku bertemu dirimu dalam kegebuan itu, seperti kisanak pada masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar