Minggu, 25 April 2010

puisi pribadi : tolak si belakang

senja yang menghitam dan awan malam yang menguning.
hujan memulai panas dan terik menjelma dingin.
dengarkan, lihat dan ucapkan sesuatu yang bisu dan gila;
dari kementerian diri yang hina, dari binatang yang bersusila.

tuhan bukannya tidak makan, dia hanya sudah kenyang.
kemakan omongannya sendiri.
dan setan bukan pahlawan juga, dia cuma minta dikasihani,
oleh manusia yang redup redam dikhianati nasibnya sendiri.

kesamaan yang kita lihat sayangku, perbedaan mengintip malu.
merasa akan mati bila muncul seorang diri.
sengkarut sekali si matahari, dunia ini tak cukup memahami.
dari sana si juang sudah melaju, tapi sayang, kembang kepingin menjadi benalu.

untuk tanah yang basah dan langit yang terus menangis,
tidakkah aku dan kamu melihat dengan jelas awan kelabu itu.
kita sudah siap membawa payung, setengah badan kita keluarkan,
ke permukaan hujan, tapi sayang, hujan tidak turun.
kita merengut memintanya, sudah terlanjur kata kamu.
tapi langit menjadi-jadi, ia berwarna biru tua.

dengan awan yang berarak senang, dengan gubukkan putihnya.
membuat kita terus meminta hujan, pesimis sekali.
egois sekali kamu, tunggu sebentar lagi.
ternyata terik menjadi dingin dan hujan menjadi panas.

sudah hujan. kita hanya tidak menyadari.
sekarang tidak ada air meski hujan telah turun hari ini.
kamu jangan menangis, air saja tidak lagi dipunya hujan.
sayang, ayo kita tertawa bersama, sekali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar