Senin, 10 Agustus 2009

Proklamasi, Hingar Bingar Emosi Yang Terlupakan

Proklamasi. Secarik kertas yang kemudian Bung Karno bacakan bait demi bait. Emosi, kemenangan tertunda sekian lama akhirnya tercurah dari sebongkah liang jajah negara lain. Mereka memiliki rasa persatuan, sebuah bibit dimana kita hanya memilikinya dalam kelompok-kelompok kecil, sekarang. Yang satu ingin memisah, yang besar lainnya ingin mempertahankan. Andil menjadi sinyal kuat membentuk pasukan kemanusiaan yang berusaha nyaman dan menuntut kebenaran dari orang seorang.

Saat ini, ketika fajar mulai menyiratkan hari baru, semua berbeda. Hanya upacara dan pengibaran bendera hadir tertera dimana saja. Akhirnya, hanya canda, dan sejarah kandas seperti paus yang terguling di pesisir pantai.

Andai saja aku hidup dalam 1945, mungkin terasa berbeda, airmata yang menetes akan kemerdekaan dan airmata yang menetes akan percintaan
“Mari kita mengenang para arwah para pejuang indonesia”, begitulah ucapan petinggi bangsa ini seraya menuntun guru-guru secara tidak langsung untuk mengikuti hal yang sama. Aku ingin tahu bagaimana itu terjajah, bukan cinta, tapi darah yang kupertaruhkan untuk kumenangkan. Karena mereka, pejuang Indonesia, lebih beruntung dibandingkan kita semua.

Aku akan merasa lebih terhormat andaikan hidup dengan dentum bom mengiang di telingaku dan bunyi tar tar dari selongsong timah panas mendengung serta mengikat kacu merah putih di kepala ini. “Untuk melanjutkan kemerdekaan para pejuang cara yang paling tepat adalah belajar”. Tidak begitu pun adanya. Berbeda konteks dan situasi waktu. Dan pastinya, logika ku lebih memilih melawan kaum kompeni dan nippon daripada melawan diriku sendiri. Karena malas dan arogan adalah diriku, dan musuh besar seluruh umat manusia adalah dirinya sendiri.

Hanya sesampaian rekaman pidato dari Bung Karno dan perlombaan yang bersuka cita, hegemoni massa meluap tanpa rasa menang dan kalah bertumpah darah. Terima kasih pahlawan, aku iri kepadamu, selalu. Proklamasi, hingar bingar emosi yang terlupakan dan menangis tersedu sedan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar