Minggu, 29 Agustus 2010

Lapis Legit

Entah darimana ia berasal, entah darimana aku berasal. Masih berada dalam bumi tempatku beranjak dan terinjak, masih dalam udara yang sesak dan air terminum tanpa riak.

Aku melihat seorang gadis berambut panjang, hitam, tanpa kerudungan dengan dagu yang melengkung membuat mulut sedikit berdecak. Sekali lagi aku melihat dalam siang, dalam matahari di atas kepala sang puan. Ia duduk manis dengan kaki berposisi sembilan puluh derajat, nyaman, atau mungkin resah dalam rok hitam panjang sebagai setelan kemeja putih berkancing enam atau tujuh atau delapan. Aku tak begitu memerhatikan. Aku hanya terpusat kepada paras sang puan yang datang tiba-tiba dengan jabatan tangannya yang renggang.

Dari candaan yang berada di atas lantai bersama kawan, bola mata kemudian beralih kepada yang segar dan segar. Sayang, aku tak tahu tekstur epidermis kulitnya, aku tak tahu bagian apa yang paling ia sukai dalam tubuhnya. Aku tidak menelanjanginya secara seksuil, aku menelanjanginya dengan kata baku dengan subjek predikat yang masih berpindah posisi, berkreasi.

Lalu ia kembali dalam benda persegi panjang yang memiliki senti sekitar delapan mencapai sembilan. LAPIS LEGIT, begitulah yang ia serukan dalam benda itu dan kemudian terbaca. Ia menginginkan dejavu, ia menginginkan rongrongan bawah sadarnya menjadi ke permukaan, menjadi kasat oleh mata. Ah, apakah ia memang lapis legit? Apakah ia manis dalam setiap gigitannya?

Selama ini hanya gurauan yang mengisi kekosongan, mengisi jalur hidup yang berjalan menuju mati dengan senyuman. Memang, ia adalah lapis legit yang manis dengan tumpukan-tumpukan adonan berlapis. Bergaris, dengan legit, aku bisa merasakan“what a beautifull day, this is the world that you’re living in”.

Soal - menyoal, surat - menyurat, sambung - menyambung, aku bukanlah orang bijak, tapi aku suka caramu berucap, “aku adalah legit yang menjadikan manis semakin berlapis di antara dunia yang masih tercemar pahit. Ambilah diriku ini sebagai pelebar bibir eksotismu, pelega mental kusutmu.”

Semoga, kenikmatan ini akan selalu terasa tanpa jumawa yang bertumpang-tindih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar