kudengar lantunan melayu kondang, bercampur nada sumbang
ibarat panggung yang megah dengan terpal jadi penopangnya
jasadku berdansa, darahku bergejolak bagai ombak
tuturku tak keluar, cuma meram, aku cium nada itu, semarak.
dan saat puisi menjadi tonggak unjuk gigi,
aku yang kesekian setia kepadanya
dan habis malam tumbuh pagi,
akulah udara, yang dasamuka pada alamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar