seribu mata terpasangkan dalam sangka-sangkaan malam,
kudengar: bukan mata tapi telinga yang diam-diam monyong keluar.
satu dua dan ribuan mungkin saja, urat-urat dari kepala sudah nyata menyala-nyala.
dan mukamu, emosi-emosi yang membentak dalam diam.
aku mencelamu dengan kesantunan yang berpupuran di depan kaca.
kamu hanya melihat diriku terbelah menjadi dua.
semuanya mengadu, dalam singkap merapikan silang tangan.
serta hati-hatinya menonjol, menjorokimu ke batu terjal.
hari menjamu malam yang keguguran darimu, setengok kesialan yang pasrah beradu.
sakramen yang aku miliki, tidak sempat merenggutmu dari keracauan.
aku jumpa pagi ibarat seni yang tak pernah mati,
dan membunuhmu picik, menyayangimu licik, sebuah emosi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar