Aku kacau.
Ketika matahari membumbung naik, aku tertunduk dibawahnya. Entah apa yang terjadi. Disini aku ada karena sesuatu hal yang membuatku merasa nyata.
Aku demam.
Ketika angin membentuk tornado, keringatku pun mendingin. Ada sosok yang membuat diriku takut akan dirinya dalam konotasi yang berbeda.
Aku bingung.
Ketika dua wajah nampak dihadapan dan ku hanya diam. Tidak membuat keputusan atau ungkapan.
Aku resah.
Ketika ia yang bernama datang dengan senyuman. Apakah itu tanda atau bualan.
Aku miskin.
Ketika mereka kaya cinta, aku masih mengais cinta yang tak nyata.
Aku terjebak.
Ketika harus menentukan pilihan, aku menemukan pilihan lainnya.
Aku depresi.
Ketika semua manusia memiliki tawa, aku membisu seribu bahasa. Kutahan semua kata-kata di hadapannya.
Aku gila.
Ketika ia berjalan dan diriku memandang tanpa ada lagi rasional.
Aku bosan.
Ketika hatiku ingin bicara, ragaku terdiam pasu. Hariku membosankan dengan segala keraguan.
Aku bodoh.
Ketika semua mempertanyakan, retorikaku tertahan.
Aku idiot.
Ketika putik holland menerima sandingan benang sari rafflesia merupakan hal nyata namun itu hanya impian belaka.
Aku buta.
Ketika ku meramu cairan yang sama sekali mustahil ku tentukan klasifikasi sebagai asam dan basa.
Aku kalah
Saat dirinya bicara ingin mengakhiri semuanya. Habislah sudah.
Ketika matahari membumbung naik, aku tertunduk dibawahnya. Entah apa yang terjadi. Disini aku ada karena sesuatu hal yang membuatku merasa nyata.
Aku demam.
Ketika angin membentuk tornado, keringatku pun mendingin. Ada sosok yang membuat diriku takut akan dirinya dalam konotasi yang berbeda.
Aku bingung.
Ketika dua wajah nampak dihadapan dan ku hanya diam. Tidak membuat keputusan atau ungkapan.
Aku resah.
Ketika ia yang bernama datang dengan senyuman. Apakah itu tanda atau bualan.
Aku miskin.
Ketika mereka kaya cinta, aku masih mengais cinta yang tak nyata.
Aku terjebak.
Ketika harus menentukan pilihan, aku menemukan pilihan lainnya.
Aku depresi.
Ketika semua manusia memiliki tawa, aku membisu seribu bahasa. Kutahan semua kata-kata di hadapannya.
Aku gila.
Ketika ia berjalan dan diriku memandang tanpa ada lagi rasional.
Aku bosan.
Ketika hatiku ingin bicara, ragaku terdiam pasu. Hariku membosankan dengan segala keraguan.
Aku bodoh.
Ketika semua mempertanyakan, retorikaku tertahan.
Aku idiot.
Ketika putik holland menerima sandingan benang sari rafflesia merupakan hal nyata namun itu hanya impian belaka.
Aku buta.
Ketika ku meramu cairan yang sama sekali mustahil ku tentukan klasifikasi sebagai asam dan basa.
Aku kalah
Saat dirinya bicara ingin mengakhiri semuanya. Habislah sudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar