Apakah aku seorang biduan?
Melebihkan dandanan demi panggung persegi panjang?
Aku ingin menari, aku ingin berdansa bersama tuan
Tanpa peduli, setruman makian mereka memaksa datang.
Aku ingin mendengar dentum desahanmu
Setelah mencabik kaus yang membalutiku.
Saatnya aku senang, tuan kembali meraihku dalam ranjang.
Dalam seks, cinta, dan rasa membuatku seluruhnya mengejang.
Tapi sayang, tuan tak mengerti
Mengapa perlu uang lembaran?
Aku hanya butuh tuan, sebagai peneman rasa hinaku
Aku menginginkan Tuhan, sebagai pendamping dosa kelak, di api nanti.
dimas, 24 Oktober 2009
Senin, 26 Oktober 2009
Dalam Kasih Sayang, Kini Terbuang
Dalam secarik kertas, ada noda meski kini tak lagi dicoret pena
Lampu temaram, menjadi bintang, sinarnya terang.
Aku bersembunyi di belakang pintu dengan kumpulan peluh dan airmata,
Seolah sinar menjadi tiada dan berwujud tiada benderang.
Dari suaranya mengerang bukan kepalang,
Saat datangnya keracauan dalam menyita rasa senang
Adik kecil itu meminta susu, meminta cinta yang panjang
Dalam kenanganmu, dalam kasih sayang, kini terbuang
Hanya sebuah laksana yang mengisyaratkan
Semacam padi yang tak jadi panen
Yang dulu tergenggam sebuah harapan
Musnah diserang hama sebagai musuh laten.
Dari mentari yang berlari
Menutupi segala gelap dari malam
Aku ingin berlari, menjauh dari jilatan api
Mengingat bola itu, tatapanmu yang dulu, kini membuatku terajam.
dimas dito, 24 Oktober 2009
Lampu temaram, menjadi bintang, sinarnya terang.
Aku bersembunyi di belakang pintu dengan kumpulan peluh dan airmata,
Seolah sinar menjadi tiada dan berwujud tiada benderang.
Dari suaranya mengerang bukan kepalang,
Saat datangnya keracauan dalam menyita rasa senang
Adik kecil itu meminta susu, meminta cinta yang panjang
Dalam kenanganmu, dalam kasih sayang, kini terbuang
Hanya sebuah laksana yang mengisyaratkan
Semacam padi yang tak jadi panen
Yang dulu tergenggam sebuah harapan
Musnah diserang hama sebagai musuh laten.
Dari mentari yang berlari
Menutupi segala gelap dari malam
Aku ingin berlari, menjauh dari jilatan api
Mengingat bola itu, tatapanmu yang dulu, kini membuatku terajam.
dimas dito, 24 Oktober 2009
Si Buta
Apakah normal itu sebuah kewajaran?
Tidak, ada yang lain, kau luput.
Apakah itu sesuatu yang luput?
Belajarlah tidak normal, seperti yang buta, yang selalu dinilai ketidakwajaran.
Sampai mana aku tadi? Aku lupa
Sampai si buta memberimu dunia akan eloknya hingar
Selalu membuat tanya, apa itu apa
Gelap terang adalah bulat, membuatmu tertatih dalam hingar bingar.
Bentuk dunia, semua bulat, hanya kita diberi melihat
Laut yang biru dan daratan yang kekuningan
Tanpa melihat isi warna dibalik kalimat
Hanya mereka, yang buta, mencari dunia, menaruhnya kenangan.
Saatnya kita berpulang, mereka yang melihat
Yang bening sorga, kalian?
Malah hitam, buta akan tubuh ini terbaring di liang lahat
Sampai suatu ketika, dunia terikat kembali menjadi talian
Tidak, ada yang lain, kau luput.
Apakah itu sesuatu yang luput?
Belajarlah tidak normal, seperti yang buta, yang selalu dinilai ketidakwajaran.
Sampai mana aku tadi? Aku lupa
Sampai si buta memberimu dunia akan eloknya hingar
Selalu membuat tanya, apa itu apa
Gelap terang adalah bulat, membuatmu tertatih dalam hingar bingar.
Bentuk dunia, semua bulat, hanya kita diberi melihat
Laut yang biru dan daratan yang kekuningan
Tanpa melihat isi warna dibalik kalimat
Hanya mereka, yang buta, mencari dunia, menaruhnya kenangan.
Saatnya kita berpulang, mereka yang melihat
Yang bening sorga, kalian?
Malah hitam, buta akan tubuh ini terbaring di liang lahat
Sampai suatu ketika, dunia terikat kembali menjadi talian
Langganan:
Postingan (Atom)